Tanah Surga… Katanya mencoba
untuk membahas struktur kehidupan masyarakat yang berada di daerah
perbatasan negara Indonesia – Malaysia, khususnya dari segi
ekonomi. Sebuah sentuhan kritis yang jelas terasa begitu sensitif,
namun Tanah Surga… Katanya mampu menyajikannya dengan
penceritaan yang elegan.
Tanah Surga… Katanya berkisah mengenai
dilema kehidupan yang dialami oleh Hasyim ketika ia diajak oleh
anaknya, Haris , untuk meninggalkan desanya yang berada di daerah
pinggiran perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Barat dan
berpindah ke Malaysia. Pilihan ini sendiri diberikan oleh Haris
karena selama ini ia telah mendapatkan rezeki yang melimpah dengan
bekerja di Malaysia sekaligus mengingat fakta bahwa kehidupan
masyarakat di daerah pinggiran tersebut sama sekali tidak mendapatkan
perhatian yang layak dari pemerintah Republik Indonesia. Sebagai
seorang mantan pejuang kemerdekaan yang masih menggenggam nilai-nilai
nasionalisme yang tinggi, Hasyim jelas menolak ajakan tersebut.
Akhirnya, Haris hanya mengajak puterinya, Salina , untuk berangkat ke
Malaysia dan meninggalkan ayah beserta puteranya, Salman yang tidak
ingin meninggalkan sang kakek sendirian.
Dilema kehidupan di daerah perbatasan Indonesia –
Malaysia tidak semata-mata hanya dialami oleh Hasyim dan keluarganya.
Tanah Surga… Katanya juga menyinggung mengenai masalah
pendidikan melalui karakter guru muda bernama Astuti yang harus
berjuang mengajar sendirian di desa tersebut karena keterbatasan
tenaga guru yang mengajar disana. Ada juga karakter Anwar , seorang
dokter yang berasal dari Bandung yang baru saja tiba disana setelah
ditugaskan dari kota asalnya di Bandung. Melalui kehidupan yang
dijalani oleh karakter-karakter tersebut di sepanjang penceritaan
film inilah Tanah Surga… Katanya berusaha menunjukkan
bahwa tanah air Indonesia tidak seindah dan semakmur bayangan
masyarakatnya selama ini, khususnya ketika pemerintah sama sekali
bersikap acuh kepada nasib keseharian para warganya.
Tanah Surga… Katanya memang secara
berani mengkonfrontir berbagai isu yang dihadapi oleh Indonesia
selama ini dengan Malaysia. Memang, jalan cerita film ini bukanlah
berniat untuk menanamkan semangat kebencian terhadap negara
tetangganya tersebut. Tanah Surga… Katanya memilih untuk
membandingkan secara langsung bagaimana kesejahteraan kehidupan yang
saling bertolak belakang antara masyarakat Indonesia dan masyarakat
Malaysia yang hidup di garis perbatasan, dan bagaimana masyarakat
Indonesia mengais-ngais rezeki di wilayah negara tetangganya akibat
kurangnya kepedulian pemerintah yang berujung pada hilangnya pula
rasa kecintaan dan nasionalisme masuarakat di daerah tersebut
terhadap negeri kelahiran mereka sendiri. Kritis. Tajam. Namun pada
kebanyakan bagian, Tanah Surga… Katanya justru terkesan
menyalahkan kesejahteraan negeri tetangga yang begitu memikat
daripada mengeksplorasi masalah yang dihadapi karakter masyarakat di
wilayah Indonesia dan usaha mereka untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Sindiran mengenai sikap nasionalisme di dalam jalan
cerita Tanah Surga… Katanya sendiri mampu dihadirkan
secara elegan, melalui berbagai dialog maupun adegan sindiran yang
cukup berhasil untuk menghantarkan pesannya – walau pada beberapa
bagian terkesan dieksekusi secara terlalu berlebihan. Pun begitu,
kematangan kemampuan penampilan akting para jajaran pengisi
departemen akting Tanah Surga… Katanya berhasil membuat
berbagai sisi kehidupan yang ingin disampaikan film ini menjadi dapat
tersampaikan dengan lugas
Berikut beberapa hal yang patut jadi renungkan kita
semua sebagai warga negara NKRI mengenai kondisi sosial masyarakat
perbatasan sesuai film Tanah Surga… Katanya :
- Keadaan di perbatasan Malaysia jauh lebih ramai dan modern, disana ada pasar dan sarana prasarana yang lengkap, sedang di perbatasan RI sangat memprihatinkan.
- Saat berada di patok perbatasan, disisi Malaysia jalanannya sudah diaspal mulus, di RI masih tanah kerontang.
- Sinyal komunikasi di perbatasan RI masih sulit, sebaliknya di Malaysia lancar.
- Sarana Pendidikan di Perbatasan RI hanya ada 1 SD, dengan bangunan kumuh dan hanya ada 1 guru.
- Ringgit lebih laku ketimbang Rupiah. Masyarakat perbatasan RI lebih banyak berbisnis di pasar malaysia.
- Masyarakat di Perbatasan lebih mengenal lagu di Radio ketimbang lagu Kebangsaannya Sendiri.
- Bendera Merah Putih hampir tak dianggap lagi.
- Sarana Transportasi di Perbatasan RI sangat Sulit, masih memakai perahu melewati sungai mirip belantara Amazon, sedang malaysia di film terlihat banyak kendaraan bermotor seperti bebek, dan mobil.
- Keadaan Papan, Sandang, dan pangannya sangat memprihatinkan.
- Sarana Kesehatannya nyaris Nihil. Tak ada klinik atau ke Puskesmas, lokasi Rumah sakit hanya ada di kota Kabupaten.