Senin, 31 Maret 2014

Ulasan Mengenai Film "Tanah Surga… Katanya"


Tanah Surga… Katanya mencoba untuk membahas struktur kehidupan masyarakat yang berada di daerah perbatasan negara Indonesia – Malaysia, khususnya dari segi ekonomi. Sebuah sentuhan kritis yang jelas terasa begitu sensitif, namun Tanah Surga… Katanya mampu menyajikannya dengan penceritaan yang elegan.
Tanah Surga… Katanya berkisah mengenai dilema kehidupan yang dialami oleh Hasyim ketika ia diajak oleh anaknya, Haris , untuk meninggalkan desanya yang berada di daerah pinggiran perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Barat dan berpindah ke Malaysia. Pilihan ini sendiri diberikan oleh Haris karena selama ini ia telah mendapatkan rezeki yang melimpah dengan bekerja di Malaysia sekaligus mengingat fakta bahwa kehidupan masyarakat di daerah pinggiran tersebut sama sekali tidak mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan pejuang kemerdekaan yang masih menggenggam nilai-nilai nasionalisme yang tinggi, Hasyim jelas menolak ajakan tersebut. Akhirnya, Haris hanya mengajak puterinya, Salina , untuk berangkat ke Malaysia dan meninggalkan ayah beserta puteranya, Salman yang tidak ingin meninggalkan sang kakek sendirian.
Dilema kehidupan di daerah perbatasan Indonesia – Malaysia tidak semata-mata hanya dialami oleh Hasyim dan keluarganya. Tanah Surga… Katanya juga menyinggung mengenai masalah pendidikan melalui karakter guru muda bernama Astuti yang harus berjuang mengajar sendirian di desa tersebut karena keterbatasan tenaga guru yang mengajar disana. Ada juga karakter Anwar , seorang dokter yang berasal dari Bandung yang baru saja tiba disana setelah ditugaskan dari kota asalnya di Bandung. Melalui kehidupan yang dijalani oleh karakter-karakter tersebut di sepanjang penceritaan film inilah Tanah Surga… Katanya berusaha menunjukkan bahwa tanah air Indonesia tidak seindah dan semakmur bayangan masyarakatnya selama ini, khususnya ketika pemerintah sama sekali bersikap acuh kepada nasib keseharian para warganya.
Tanah Surga… Katanya memang secara berani mengkonfrontir berbagai isu yang dihadapi oleh Indonesia selama ini dengan Malaysia. Memang, jalan cerita film ini bukanlah berniat untuk menanamkan semangat kebencian terhadap negara tetangganya tersebut. Tanah Surga… Katanya memilih untuk membandingkan secara langsung bagaimana kesejahteraan kehidupan yang saling bertolak belakang antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Malaysia yang hidup di garis perbatasan, dan bagaimana masyarakat Indonesia mengais-ngais rezeki di wilayah negara tetangganya akibat kurangnya kepedulian pemerintah yang berujung pada hilangnya pula rasa kecintaan dan nasionalisme masuarakat di daerah tersebut terhadap negeri kelahiran mereka sendiri. Kritis. Tajam. Namun pada kebanyakan bagian, Tanah Surga… Katanya justru terkesan menyalahkan kesejahteraan negeri tetangga yang begitu memikat daripada mengeksplorasi masalah yang dihadapi karakter masyarakat di wilayah Indonesia dan usaha mereka untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Sindiran mengenai sikap nasionalisme di dalam jalan cerita Tanah Surga… Katanya sendiri mampu dihadirkan secara elegan, melalui berbagai dialog maupun adegan sindiran yang cukup berhasil untuk menghantarkan pesannya – walau pada beberapa bagian terkesan dieksekusi secara terlalu berlebihan. Pun begitu, kematangan kemampuan penampilan akting para jajaran pengisi departemen akting Tanah Surga… Katanya berhasil membuat berbagai sisi kehidupan yang ingin disampaikan film ini menjadi dapat tersampaikan dengan lugas
Berikut beberapa hal yang patut jadi renungkan kita semua sebagai warga negara NKRI mengenai kondisi sosial masyarakat perbatasan sesuai film Tanah Surga… Katanya :
  1. Keadaan di perbatasan Malaysia jauh lebih ramai dan modern, disana ada pasar dan sarana prasarana yang lengkap, sedang di perbatasan RI sangat memprihatinkan.
  2. Saat berada di patok perbatasan, disisi Malaysia jalanannya sudah diaspal mulus, di RI masih tanah kerontang.
  3. Sinyal komunikasi di perbatasan RI masih sulit, sebaliknya di Malaysia lancar.
  4. Sarana Pendidikan di Perbatasan RI hanya ada 1 SD, dengan bangunan kumuh dan hanya ada 1 guru.
  5. Ringgit lebih laku ketimbang Rupiah. Masyarakat perbatasan RI lebih banyak berbisnis di pasar malaysia.
  6. Masyarakat di Perbatasan lebih mengenal lagu di Radio ketimbang lagu Kebangsaannya Sendiri.
  7. Bendera Merah Putih hampir tak dianggap lagi.
  8. Sarana Transportasi di Perbatasan RI sangat Sulit, masih memakai perahu melewati sungai mirip belantara Amazon, sedang malaysia di film terlihat banyak kendaraan bermotor seperti bebek, dan mobil.
  9. Keadaan Papan, Sandang, dan pangannya sangat memprihatinkan.
  10. Sarana Kesehatannya nyaris Nihil. Tak ada klinik atau ke Puskesmas, lokasi Rumah sakit hanya ada di kota Kabupaten.